Jawaban dari Tragedi Penerbangan Sriwijaya Air SJ182
Oleh: Avicenna Najib Mahmud (13619050)
Kecelakaan penerbangan Sriwijaya Air SJ182 merupakan kecelakaan penerbangan yang sempat menggegerkan dunia penerbangan Indonesia, bahkan dunia pada tanggal 9 Januari 2021 lalu. Berbagai usaha pencarian serta investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terkait kecelakaan SJ182 dilakukan untuk menentukan penyebab pasti dari kecelakaan tersebut sampai akhirnya pada tanggal 10 November 2022, investigasi KNKT membuahkan hasil dengan dirilisnya laporan akhir resmi KNKT terkait dengan kecelakaan SJ182 untuk umum.
Pesawat yang Terlibat:
Pada kecelakaan SJ182, pesawat yang terlibat dalam kecelakaan ini adalah Boeing 737–524 yang memiliki kode registrasi PK-CLC. Pesawat ini memiliki jam terbang 62.983 jam dan 40.383 siklus saat terjadinya kecelakaan [1]. Pesawat ini dimanufaktur pada tahun 1994 dan pada tahun yang sama, pesawat ini telah melaksanakan maiden flight. Pada tahun 2012, Sriwijaya Air memesan pesawat ini dan menamainya Citra. Dalam rentang waktu 23 Maret hingga 23 Oktober 2020, pesawat ini disimpan di Bandara Internasional Juanda, Surabaya untuk perbaikan. Pada tanggal 17 Desember 2020, Kementerian Perhubungan menerbitkan sertifikasi kelaikudaraan baru untuk pesawat ini. Pesawat ini melanjutkan penerbangannya pada 19 Desember 2020. Terdapat 62 orang dalam penerbangan tersebut, yang terdiri dari 50 penumpang dan 12 awak kabin. Penerbangan ini dipiloti oleh Kapten Afwan (54) yang memiliki 17.904 jam terbang, 9.023 jam terbang di antaranya merupakan jam terbang Boeing 737.
Kronologi Kecelakaan:
Sriwijaya Air SJ182 merupakan penerbangan komersial yang dijadwalkan untuk lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten pada pukul 13:25 WIB dan mendarat di Bandara Internasional Supadio di Pontianak, Kalimantan Barat pada pukul 15:00 WIB. Namun, keberangkatan SJ182 tertunda karena hujan deras dan cuaca buruk yang terjadi di bandara keberangkatan. Penerbangan SJ182 baru lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta pada pukul 14:36 WIB dan akan mendarat di Bandara Internasional Supadio pada pukul 15:50 WIB
Pada pukul 14:40:05 WIB, pesawat berada pada ketinggian 10.900 kaki saat pesawat mengalami manuver roll yang tajam ke kiri. Air Traffic Controller (ATC) mencoba untuk mengontak penerbangan SJ182 tetapi tidak ada respons. Setelah itu, pesawat dinyatakan hilang kontak di lokasi antara Pulau Laki dan Pulau Lancang. Menurut FlightRadar24, setelah pesawat lepas landas selama empat menit, pesawat mengalami kehilangan ketinggian hingga 10,000 kaki dalam waktu kurang dari satu menit [2]. Pesawat jatuh ke Laut Jawa dekat Pulau Laki, 19 km dari Bandara Soekarno-Hatta dengan tidak ada satu pun penumpang dan awak yang selamat.
Usaha Pencarian dan Penyelamatan:
Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BASARNAS), Bagus Puruhito, melaporkan bahwa pesawat jatuh ke laut dekat Kepulauan Seribu, 20 km dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Berbagai pihak segera meluncur ke lokasi jatuhnya pesawat, termasuk BASARNAS, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), dan TNI Angkatan Laut. Personil dari KNKT melaporkan penemuan jenazah penumpang, serpihan pesawat, barang bawaan penumpang. Bahan bakar pesawat juga ditemukan dalam lokasi yang sama. Lokasi perairan jatuhnya pesawat memiliki kedalaman sekitar 15–16 meter [3]. Di samping itu, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bersama KNKT mendirikan pusat krisis (crisis centre) di Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Pada tanggal 10 Januari 2021, TNI Angkatan Laut mengumumkan koordinat titik jatuhnya pesawat. Berbagai pihak yang terlibat langsung dalam pencarian dan penyelamatan mengerahkan lebih banyak personil ke titik jatuhnya pesawat. Lebih banyak jenazah dan puing-puing pesawat ditemukan pada hari itu juga termasuk sistem turbin mesin pesawat dan sistem hidrolik pesawat. Lokasi puing-puing pesawat banyak ditemukan pada kedalaman 17–23 meter. Dalam hari yang sama, KNKT juga melaporkan posisi flight data recorder (FDR) dan cockpit voice recorder (CVR) dari sinyal yang terdeteksi saat pencarian [4].
Tanggal 12 Januari 2021, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Korea Selatan melalui Pusat Penelitian Kerjasama Teknologi Kelautan Korea-Indonesia (MTCRC). Selain itu, Pemerintah Singapura juga menyediakan pinger locator untuk membantu pencarian dan penyelamatan. Pukul 16:00 WIB, FDR ditemukan dan dikirim ke Pelabuhan Tanjung Priok untuk diperiksa lebih lanjut. Di sisi lain, kedua beacon ditemukan dengan kondisi tercopot dari kedua flight recorder. Oleh karena itu, pencarian CVR perlu dilakukan tanpa sinyal pandu bawah air
Pada 15 Januari 2021, casing CVR serta komponennya ditemukan tetapi memory module di dalamnya hilang dan diperkirakan terkubur di bawah puing-puing pesawat. Casing CVR serta komponen-komponennya yang telah ditemukan diserahkan kepada KNKT untuk diperiksa lebih lanjut. Pencarian dan penyelamatan diperpanjang 3 hari sampai 18 Januari 2021.
Pencarian puing-puing serta jenazah dari korban kecelakaan dihentikan pada 21 Januari 2021. Hingga tanggal 10 Februari 2021, pencarian memory module dari CVR masih berlangsung.
Memory module dari CVR ditemukan pada 30 Maret 2021 pada kedalaman 14 meter menggunakan hopper dredger. Setelah memory module dari CVR ditemukan, operasi pencarian secara resmi dihentikan [5].
Proses Investigasi:
Investigasi awal KNKT dilakukan dengan memperoleh data mentah dari pergerakan pesawat dalam radar serta percakapan antara ATC dengan pesawat pada tanggal 10 Januari 2021. Hasil investigasi awal menunjukkan bahwa saat pesawat berada pada ketinggian 29.000 kaki, pesawat keluar jalur ke arah barat laut. ATC mengetahui ada yang salah dengan pesawat kemudian mengontak kru pesawat tetapi tidak ada respons. Beberapa saat kemudian, pesawat tidak terdeteksi pada radar.
Hasil pengamatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa terdapat awan cumulonimbus di sekitar Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada saat pesawat sedang lepas landas. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa pesawat mengalami turbulensi setelah lepas landas. Di samping itu, hasil pengamatan dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) juga menunjukkan bahwa pada pukul 11:00 WIB, sistem meso-konvektif terbentuk di dekat Laut Jawa. Akan tetapi, sistem tersebut sudah menghilang pada saat pesawat telah lepas landas.. Menurut pengamatan KNKT, tidak terdapat awan yang tebal pada jalur penerbangan, namun KNKT mengonfirmasi bahwa pilot mengontak ATC untuk mengubah heading pesawat menjadi 075 akibat cuaca buruk [1].
Publik berspekulasi bahwa pesawat tersebut sudah tidak laik terbang. Hal ini ditekankan bahwa Federal Aviation Administration (FAA) menerbitkan Airworthiness Directive pada seri Boeing 737–500 terkait retak akibat fatigue pada penopang nacelle kiri. Beberapa pakar penerbangan juga berspekulasi bahwa pesawat tersebut mengalami penurunan kelaikan dan masalah teknis akibat tidak digunakan dalam waktu yang lama.
Pada tanggal 15 Januari 2021, KNKT mengumumkan bahwa data FDR berhasil diunduh. Kemudian, pada tanggal 10 Februari 2021, KNKT merilis laporan awal terkait kecelakaan penerbangan SJ182 [1].
Setelah memory module dari CVR berhasil ditemukan, KNKT mengumumkan bahwa data CVR berhasil diunduh pada 12 April 2021. Investigasi dilanjutkan dengan sesi simulasi untuk rekonstruksi kecelakaan penerbangan SJ182 dalam simulator sebanyak dua kali. Simulasi pertama dilakukan di Las Vegas Flight Academy, Henderson, Nevada pada tanggal 27 Oktober 2021 namun simulasi tidak merekonstruksi kecelakaan secara tepat. Simulasi dilakukan kembali di NAM Training Center, Jakarta, pada tanggal 7 Desember 2021 dan berhasil merekonstruksi kecelakaan meskipun terdapat perbedaan dalam konfigurasi simulasi dengan pesawat yang terlibat dalam kecelakaan [6].
KNKT merilis pernyataan interim pertama terkait dengan kecelakaan ini pada 17 Januari 2022 [6]. Pada akhirnya, KNKT merilis laporan akhir terkait dengan kecelakaan ini pada 10 November 2022 [7]
Penyebab Utama:
Pihak investigasi menemukan bahwa sistem autothrottle pada pesawat mengalami malfungsi pada saat terjadinya kecelakaan. Hal ini dibuktikan dengan rekaman FDR yang menunjukkan bahwa tuas throttle kanan menunjukkan masalah beberapa menit setelah lepas landas.
Setelah pesawat mencapai ketinggian 11.000 kaki sesuai instruksi dari ATC, sang pilot mengurangi ketinggian dan menyalakan autopilot. Ketika mengurangi ketinggian, kecepatan pesawat bertambah sehingga sistem autothrottle berusaha untuk mengurangi kecepatan pesawat dengan menarik tuas throttle ke belakang. Setelah itu, tuas kiri dapat bergerak ke belakang tetapi tuas kanan tetap diam akibat terbukanya torque switch yang menyebabkan input dari autothrottle tidak sampai ke tuas kanan [7]. Terbukanya torque switch ini disebabkan oleh gesekan pada kabel kendali throttle, yaitu kabel yang menghubungkan motor servo dengan tuas throttle.
Tuas kiri tetap bergerak ke belakang saat tuas kanan tetap diam dalam posisi throttle maksimum. Hal ini menyebabkan thrust asymmetry sehingga pesawat berbelok ke arah kiri. Sistem autopilot berusaha mempertahankan arah heading pesawat dengan berbelok ke arah kanan. Pesawat dapat berbelok ke kanan dengan sudut bank sebesar 19 derajat; sudut bank maksimum yang diperbolehkan oleh autopilot. Akan tetapi, thrust asymmetry pada pesawat tetap berlanjut hingga tidak dapat dikompensasi oleh autopilot. Pesawat kemudian mengalami manuver banking ke arah kiri dengan laju sudut bank sebesar satu derajat per detik. Di sisi lain, kedua pilot tidak memperhatikan perubahan manuver pesawat karena mereka masih berkutat dengan prosedur lainnya [7].
Kedua pilot menerima instruksi dari ATC untuk menaikkan pesawat ke ketinggian 13.000 kaki. Dalam satu waktu, alarm pada pesawat tiba-tiba aktif menandakan bahwa sudut bank pada pesawat mencapai 37 derajat. Mendengar alarm tersebut, sang pilot langsung memegang kolom kendali, mematikan autopilot, dan mencoba untuk mengendalikan pesawat. Namun, sang pilot malah membelokkan pesawat ke arah kiri selama empat detik sehingga sudut bank pada pesawat menjadi sangat besar [7].
Tanpa sistem autopilot, pesawat memasuki kondisi upset dengan sudut bank melebihi 90 derajat ke arah kiri. Pesawat kemudian mengalami dive dengan posisi terbalik, menyebabkan pesawat kehilangan ketinggian dalam waktu yang sangat singkat. Sang pilot mencoba untuk mengembalikan sikap pesawat dari dive dengan menarik kolom kendali ke arahnya. Namun, posisi yang terbalik menyebabkan pesawat kehilangan ketinggian lebih cepat [7].
Sang pilot dapat mengembalikan orientasi pesawat namun ketinggian pesawat sudah terlalu rendah dan kecepatan pesawat sudah melebihi batas. Kemudian, pesawat menghantam laut dengan kecepatan 500 knots, menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawat [7].
Pasca Kecelakaan:
Setelah kecelakaan terjadi, perusahaan asuransi negara, Jasa Raharja memberikan santunan sebesar 50 juta rupiah untuk masing-masing keluarga korban kecelakaan SJ182. Kemudian, perwakilan dari DPR mengadakan perundingan dengan Kemenhub, KNKT, BMKG, dan Sriwijaya Air terkait dengan kecelakaan tersebut. DPR juga menegaskan untuk mengevaluasi seluruh maskapai penerbangan terkait perawatan dan operasi yang sesuai dengan prosedur [8].
Sriwijaya Air telah melakukan evaluasi di beberapa bidang, khususnya program pelatihan Upset Prevention and Recovery Training (UPRT) yang lebih terperinci. Selain itu, Sriwijaya Air juga menyebar luaskan Boeing Flight Operation Technical Bulletin (BFOTB) terkait UPRT, meningkatkan pelatihan berulang untuk engineer, merevisi sistem Flight Data Analysis (FDA) dan panduan perawatan, serta melakukan evaluasi terkait sektor lainnya yang dinilai tidak memenuhi standar oleh pihak investigasi [7].
Pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) terkait program UPRT untuk seluruh maskapai penerbangan pada 25 Juni 2021. Satgas UPRT memiliki tugas untuk membuat panduan, regulasi, dan implementasi terkait UPRT, termasuk konsultasi dengan pakar UPRT skala internasional. Rencana program UPRT selesai dibentuk pada 21 Oktober 2021 [7].
Sebagai akibat dari kecelakaan ini, Boeing menerbitkan direksi teknis terkait kemungkinan kegagalan pada wiring untuk sistem indikasi flap pesawat dan sistem autothrottle. Operator dari pesawat yang mengalami masalah tersebut diharuskan untuk melakukan inspeksi pada bagian yang telah disebutkan pada direksi dalam waktu 250 jam setelah direksi tersebut diterbitkan. FAA kemudian menerbitkan airworthiness directive terkait masalah-masalah yang telah ditemukan sebelumnya. Pada 25 Maret 2022, Boeing menerbitkan maintenance planning document (MPD) yang telah direvisi untuk seri Boeing 737 yang memerlukan inspeksi berulang pada spoiler, aileron, dan posisi sensor yang bersesuaian [7].
Referensi:
[1] “Preliminary Report of SJY182 Accident”. Komite Nasional Keselamatan Transportasi. 10 Februari 2021. Diakses 2 Januari 2023. http://knkt.dephub.go.id/knkt/ntsc_aviation/baru/pre/2021/PK-CLC%20Preliminary%20Report.pdf
[2] “Sriwijaya Air flight 182 crashes near Jakarta”. Flightradar24. 9 Januari 2021. Diakses 20 Desember 2022. https://www.flightradar24.com/blog/sriwijaya-air-flight-182-crashes-near-jakarta/
[3] “Crash: Sriwijaya B735 at Jakarta on January 9th 2021, lost height and impacted Java Sea”. The Aviation Herald. 9 Januari 2021. Diakses 3 Januari 2023. http://avherald.com/h?article=4e18553c&opt=0
[4] “Indonesia crash: Sriwijaya Air plane’s black box recorders located”. thenationalnews.com. 12 Januari 2021. Diakses 1 Januari 2023. https://www.thenationalnews.com/world/asia/indonesia-crash-sriwijaya-air-plane-s-black-box-recorders-located-1.1143426
[5] Munthe, Bernadette Christina; Da Costa, Agustinus Beo (31 Maret 2021). “Indonesia recovers cockpit voice recorder of crashed Sriwijaya Air jet”. Reuters. Diakses 31 Desember 2022. https://www.reuters.com/article/us-indonesia-crash-idUSKBN2BN062
[6] “1st Interim Statement of SJ182 Accident”. Komite Nasional Keselamatan Transportasi. 13 Januari 2022. Diakses 2 Januari 2023. http://knkt.dephub.go.id/knkt/ntsc_aviation/baru/2021/PK-CLC%201st%20Interim%20Statement.pdf
[7] “Final Report of SJY182 Accident”. Komite Nasional Keselamatan Transportasi. 10 November 2022. Diakses 3 Januari 2023. https://knkt.go.id/Repo/Files/Laporan/Penerbangan/2021/KNKT.21.01.01.04-Final-Report.pdf
[8] “Kecelakaan Sriwijaya Air, DPR: Evaluasi Seluruh Maskapai Penerbangan!”. Bisnis. 11 Januari 2021. Diakses 1 Januari 2023. https://kabar24.bisnis.com/read/20210111/15/1341351/kecelakaan-sriwijaya-air-dprevaluasi-seluruh-maspakai-penerbangan